Islam Nusantara

Arkeologi-Islam-NusantaraGagasan Islam Nusantara sedang ramai diperbincangan ketika di Facebook saya lihat seseorang mem-posting cover buku Arkeologi Islam Nusantara ini.

Saya lantas ingat pernah jadi editor buku itu. Judul itu, yang menggunakan istilah Islam Nusantara, diberikan oleh Oman Fathurahman, profesor filologi Islam pertama di perguruan tinggi Islam. Buku sudah mau cetak, tapi judul belum ketemu. Ketika naskah kami sodorkan, dia usulkan judul itu. Simpel, pas, dan mewakili semangat tulisan di dalamnya.

Lalu saya buka blog ini. Jadi kepikiran menambahkan sedikit cerita pada posting 9 Juli 2010 itu.

Tahun 2008, saya baru lulus kuliah. Dekan Fakultas Adab UIN Jakarta Dr. Abdul Chair beserta wakilnya Tati Hartimah, MA ingin beri penghargaan pada Dr. Uka Tjandrasasmita—arkeolog Islam pertama di Indonesia juga satu-satunya di UIN. Mereka berdua muridnya. Mestinya Pak Uka sudah pensiun. Tapi ia tak menolak ketika diminta terus mengajar. Ketika kondisi fisiknya sudah tak mungkin, barulah ia benar-benar berhenti.

Saya adalah di antara generasi terakhir muridnya.

Didikan pertama beliau adalah almarhum Profesor Hasan Muarif Ambary. Pak Uka sendiri mendapat gelar Doktor Honoris Causa dari UIN Jakarta. Gelar profesornya terganjal di tengah jalan karena persoalan birokrasi. Tapi, banyak muridnya yang kini telah jadi profesor. Karena itu, bagi banyak orang Pak Uka adalah “gurunya para profesor.”

Gambaran tentang Pak Uka saya rangkum dalam tiga paragraf untuk sampul belakang buku itu. Ada di bagian akhir tulisan ini.

Ini kerja tim. Bersama Olman Dahuri, saya menyiapkan naskah. Setyadi Sulaiman bertanggung jawab pada teknis penerbitannya. Keduanya teman seangkatan di jurusan sejarah UIN Jakarta. Sementara Pak Chair dan Bu Tati mengurusi pendanaan dan birokrasinya. Maklum, ini bagian dari kerja Fakultas dan Adab dan Humaniora. Jadi urusan birokrasi tak bisa diabaikan.

Ada ratusan naskah yang kami peroleh dari Pak Uka. Tentu tak mungkin diterbitkan semua. Akhirnya kami pilih berdasarkan naskah yang masih utuh, ilmiah, dan punya relevansi langsung dengan arkeologi. Naskah yang tak ada softcopy-nya kami ketik ulang. Sementara yang berbahasa Inggris diterjemahkan oleh Olman. Proses editing berlangsung beberapa tahap. Dalam menulis, Pak Uka lebih fokus pada substansi yang disampaikan. Dalam mengedit, sebisa mungkin kami buat kalimat-kalimatnya lebih ringkas, mudah dipahami, dan enak dibaca.

Ini kerja tak mudah. Semangat Pak Uka, juga Pak Chair dan Bu Tati, membuat kami tak surut. Setahun kemudian, naskah akhirnya siap cetak.

Selama itu, beberapa kali kami berkunjung ke rumahnya di Bogor. Mendiskusikan naskahnya, sambil makan siang. Rumah sederhana dengan lingkungan yang asri itu ia impikan akan jadi perpustakaan umum bagi buku-buku yang kelak ia tinggalkan. Belakangan buku-bukunya dihibahkan ke pemerintah daerah, karena tak ada yang mengelola.

Ketika saya cerita ke seorang dosen bahwa sebagian besar ini kerja amal, dia hanya tertawa.

Jerih payah itu sirna ketika buku itu akhirnya diluncurkan. Momennya adalah ulang tahun Pak Uka yang ke-80. Di acara itu, ia hadir, kasih sambutan, sembari menitikkan air mata. Tak lama setelah buku terbit, ia pergi untuk selamanya.

Istrinya cerita, meski sudah sakit-sakitan, selama proses persiapan buku itu semangat hidup Pak Uka terus menyala. Benar memang kata orang. Tak ada yang lebih membahagiakan buat seorang ilmuwan, selain melihat karyanya terbit.

Berikut keterangan buku itu dan catatan di sampul belakangnya:

Judul : Arkeologi Islam Nusantara
Penulis : Uka Tjandrasasmita
Penyunting : Testriono, dkk.
Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)
Tahun : Desember 2009
Halaman : xiv + 370

Buku ini menyajikan suatu corak historiografi Islam Indonesia dengan menggunakan pendekatan arkeologi. Sebelumnya, sejarah Islam Indonesia lebih sering ditulis dengan bersandar pada bukti-bukti tertulis saja, sementara bukti-bukti berupa artefak atau material cenderung terlupakan. Di buku ini, sisa-sisa peninggalan masa lampau Islam Indonesia yang terabaikan itu justru menjadi sumber utama bagi historiografi.

Didasarkan pada bukti-bukti arkeologis, penulisan sejarah Islam Indonesia memperoleh fondasi yang kuat untuk menjelaskan: masuknya Islam ke Nusantara, terbentuknya watak kosmopolitanisme dan dinamika lokal yang terjadi, sampai berlangsungnya proses akulturasi budaya. Diperkaya oleh khasanah naskah Nusantara yang sangat kaya, arkeologi Islam menjadi suatu bidang kajian yang dapat dipertanggungjawabkan untuk merekonstruksi sejarah umat Islam Indonesia.

Uka Tjandrasasmita adalah arkeolog pertama yang berani menerobos masuk wilayah kajian sejarah yang jarang disentuh itu: arkeologi Islam. Dan ia memiliki bekal yang cukup untuk melakukannya: keahlian bidang arkeologi, penguasaan berbagai bahasa penunjang, kejelian dan ketajaman analisis seorang peneliti sejarah. Menyebutnya sebagai pelopor arkeologi Islam di Indonesia adalah bagian dari upaya menghargai ketekunannya sebagai ilmuwan.

” …salah satu kekuatan buku ini adalah pada penggunaan berbagai macam sumber, hasil ekskavasi arkeologi yang banyak ditulis dalam bahasa Belanda, sumber-sumber lokal seperti babad, hikayat dan tambo, catatan perjalanan para pengembara asing, sejarah lisan, dokumen dan arsip kolonial, observasi, serta buku-buku dan berbagai dokumen lainnya.”
Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA
Guru besar Sejarah; Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

“…sebagai seorang ilmuwan yang berwawasan luas, Pak Uka tidak hanya menggunakan data pokok arkeologi yang berupa artefak dan segala tinggalan kebendaan lain dari masa lalu, melainkan ia juga banyak menggali informasi masa lalu itu melalui data tertulis… Rupanya buku ini dirancang untuk menjadi suatu paparan sejarah yang “mengalir”, suatu historiografi yang “enak dibaca”.”
Prof. Dr. Edi Sedyawati
Arkeolog Universitas Indonesia

Leave a comment